GOA AKBAR
“Allahu Akbar,” kata Sunan Bonang,
begitu melihat Goa Akbar, Tuban, 500 tahun lalu. Sejak saat itulah, goa yang
terletak di tengah Kota Tuban itu disebut Goa Akbar. Adanya pohon Abar, yaitu
pohon yang hidup di dekat pintu masuk goa juga menyebabkan sejak dulu
masyarakat setempat menyebutnya Goa Abar atau Ngabar. Kata “Akbar” itu kini
dipergunakan Pemerintah Kabupaten Tuban sebagai slogannya. Akbar menjadi
akronim dari Aman, Kreatif, Bersih, Asri, dan Rapi.
Namun, ada juga sumber yang menyebutkan
kebalikannya, akronim itu muncul terlebih dahulu, baru setelah mulai dipugar
tahun 1996, goa itu diberi nama Goa Akbar. Goa Akbar memiliki berbagai nilai
religius. Diceritakan, kedatangan Sunan Bonang melihat Goa Akbar itu karena ia
diajak oleh Sunan Kalijogo yang pada saat itu masih bernama RM Sahid.
Menurut cerita di relief tempat
wisata Goa Akbar yang dipugar tahun 1996, RM Sahid yang adalah putra Bupati
Tuban ke-9 yang bernama Wilotikto diusir dari rumah karena berkelakuan buruk,
dan disebut dengan nama Brandal Lokojoyo. Dalam pertemuannya dengan Sunan
Bonang di Kali Sambung, Brandal Lokojoyo mengatakan bahwa rumahnya di goa.
Alkisah, setelah diusir dari rumah,
RM Sahid memang tinggal di Goa Akbar. Perjalanan religi RM Sahid alias Brandal
Lokojoyo kemudian membawanya ke jalan yang benar, dan terakhir menjadi Sunan
Kalijogo. Beberapa tempat di Goa Akbar dipercaya sebagai tempat Sunan Kalijogo
dan Sunan Bonang pernah bertapa. Seperti ceruk yang diberi nama Pasepen Koro
Sinandhi, yaitu tempat pintu yang dirahasiakan.
Ceruk ini sangat kecil pintunya.
Untuk masuk ke dalamnya, orang dewasa harus merangkak atau sekurangnya
membungkuk. Oleh masyarakat sekitar dipercaya prosesi membungkuk ini memiliki
makna filosofis yang tinggi. Seperti yang disampaikan M Muchlish, koordinator
pemandu wisata Goa Akbar: “Kalau para wali mau, tentu mudah memperlebar pintu
masuknya. Tetapi, dengan harus membungkuk itu, kita diingatkan bahwa di depan
mata Allah semua harus merendahkan diri.”
Goa yang terletak di belakang Pasar Baru
Tuban ini juga memiliki banyak legenda yang dipadukan dengan kepercayaan dan
perkiraan sejarah. Seperti dua buah batu di mushala di sisi kiri pintu keluar
goa. Jika agak diperhatikan, kedua patung ini mirip dengan bentuk singa.
“Dipercaya, kedua singa ini diperintahkan untuk menjaga goa,” kata Muchlish
yang pernah menjadi anggota DPRD Tuban ini. Sebuah ruang yang sangat luas di
dalam goa disebut sebagai Paseban Para Wali, yaitu tempat para wali
menyampaikan ajarannya. Menurut Muchlish, di tempat itu ke-9 wali pernah
berkumpul.
Hal ini harus ditelaah lebih lanjut,
mengingat Wali Songo hidup tidak persis pada zaman yang sama. Namun demikian,
Paseban Para Wali itu memang mirip ruang pertemuan. Adanya lubang-lubang di
langit-langit goa hingga cahaya matahari masuk dalam bentuk jalur cahaya yang
jelas. Stalaktit dan stalagmit juga seakan menjadi hiasan ruangan. Itu ditambah
dengan adanya batu-batu besar yang terletak di bagian depan ruang, seakan
menjadi podium bagi pembicara.
Sementara
itu, ratusan kelelawar bertengger di langit-langit Paseban Para Wali. Sebuah
batu yang disebut Gamping Watu Nogo dipercaya sebagai tempat pertapaan Sunan
Kalijogo. Di bawah batu yang menjorok ke depan itu terdapat kolam. Muchlish
menyatakan, terkadang kolam itu bergolak dan mengeluarkan asap, seakan ada dua
ekor naga di dalamnya. Di pojok mushala yang sudah menghadap ke arah kiblat
tersebut, juga terdapat sebuah ceruk yang diberi lampu berwarna merah.
Menurut cerita, salah satu sunan
yang juga bertapa di Goa Akbar, Sunan Bejagung, sering “hilang” dengan
menggunakan ceruk itu. Menurut cerita rakyat, Sunan Bejagung awalnya adalah
petani biasa yang menanam jagung. Tetapi, ia memiliki kesaktian yang luar
biasa. Tiap-tiap siang ia “hilang”. Diduga, pada saat “hilangnya” itu ia telah berada
di Mekah untuk membantu menyalakan pelita. “Mungkin cerita itu susah dipercaya,
tetapi namanya juga kepercayaan,” katanya.
Goa ini juga memiliki sumber air
alami. Sumber air yang diberi nama Kedung Tirta Agung tersebut, menurut
Muchlish, baru airnya deras setelah tahun 1999, ketika bupati mengadakan
syukuran di dekat sumber mata air tersebut. Dengan menggunakan ayam hitam, di
malam takbiran, air pun mengucur deras. Hingga kini, air tersebut dipandang
memiliki khasiat, baik untuk kesehatan maupun untuk kekuatan. “Pernah ada
padepokan silat dari Pati datang ke sini khusus untuk mengambil air Kedung
Tirta Agung,” kata Muchlish.
Masih banyak lorong yang belum
dieksplorasi di Goa Akbar ini. Wajar saja jika Tuban digelari Kota Seribu Goa.
Apalagi dengan struktur tanah yang banyak mengandung kapur, tidak heran juga
jika goa-goa di Tuban ini memiliki stalaktit dan stalagmit yang indah. Belum
dieksplorasinya lorong-lorong di Goa Akbar ini juga menyisakan cerita
tersendiri.
Seperti Lorong Hawan Samudra. Lorong
ini dipercaya berakhir di Pantai Utara Tuban. Kira-kira 500-800 meter setelah
memasuki lorong ini, akan ditemukan air. Menurut cerita, lorong itulah yang
digunakan untuk mengejar musuh kerajaan yang lari ke laut. Sementara lorong
lainnya berujung pada Goa Ngerong di Kecamatan Rengel.
Legenda ini bisa saja memiliki nilai
kebenaran, mengingat ditemukannya Prasasti Malenga dan Prasasti Banjaran yang
bertahun 1052. Kedua prasasti itu ditemukan di Rengel, dan karena itu diduga
Rengel sempat menjadi pusat pemerintahan saat itu. Sebuah lorong juga dianggap
berhubungan dengan sumber air Bektiharjo, yaitu tempat yang menurut buku 700
Tahun Tuban yang disusun oleh R Soeparmo, adalah salah satu tempat asal
usul Tuban. Yaitu ketika Raden Arya Dandang Miring membuka hutan bernama
Papringan dan keluar air, sehingga disebut Tuban, atau Metu Banyu.
Menurut penelitian arkeologi,
diperkirakan Goa Akbar sudah berusia lebih dari 20 juta tahun. Ditemukannya
fosil binatang laut seperti kerang di batu-batu dan dinding goa itu menguatkan
posisi Goa Akbar sebagai goa fosil.
Hingga kini, fosil-fosil di batu
tersebut dapat dilihat dengan mata telanjang karena memang tampak jelas.
Sebagai tempat wisata, pengelolaan Goa Akbar cukup dapat diacungi jempol. Sejak
dari atas, sudah tampak keseriusan dari pihak pengelola.
Di dalam goa juga disediakan jalur
dari paving block yang dibatasi oleh pagar kuning agar pengunjung tidak
sampai mengeksplorasi sendiri. Di berbagai tempat dipasang lampu-lampu
warna-warni yang walau kurang bisa menunjukkan tekstur goa, namun cukup membuat
suasana nyaman.
Jika diurut-urutkan dari berbagai
legenda, sejarah, dan kepercayaan itu, seakan-akan Goa Akbar adalah titik utama
Kota Tuban. Jarang memang sebuah goa berada di tengah kota. Dan dengan adanya
cabang-cabang yang berhubungan dengan beragam fakta lain, kedudukan Goa Akbar
mungkin dapat ditinjau tidak hanya lewat sisi arkeologi saja.
Namun, di balik berbagai
cerita-cerita yang merupakan percampuran dari berbagai legenda dan kepercayaan
itu, Goa Akbar tetap merupakan tempat yang sangat penting. Di samping sebagai
tempat wisata, goa ini juga memiliki arti bagi ilmu pengetahuan, baik sejarah,
arkeologi, maupun ziarah agama. Jangan sampai goa ini bernasib sama dengan
tempat-tempat bersejarah lain yang penuh dengan grafiti modern, atau
coretan-coretan tangan.
No comments:
Post a Comment