Tuesday 13 October 2015

Pengertian Dan Sejarah Tahun Baru Hijriah

بِسْــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيم

Sangat disayangkan kalau banyak Orang Islam tidak mengenal Tahun Hijriah secara pasti, apalagi menggunakannya sebagai ketentuan penanggalan aktifitas. Hal ini dikarenakan kita hidup di alam yang telah didominasi oleh sistim dan tatanan yang bukan berasal dari Islam. Bahkan, sekedar tahu terjadi pergantian Tahun baru Hijriah saja lantaran kalender warnanya merah alias hari libur. Artikel ini bertujuan memberi pemahaman kepada umat Islam agar tahu sejarah tahunnya sendiri, dan agar memiliki identitas dan jatidiri sebagai orang beragama. Tahun pertama Hijriah dimulai pada hari Jumat, 1 Muharram yang bertepatan dengan tanggal 16 Juli 622 M.
1. Sejarah Penentuan Tahun Baru Hijriah
sejarah digunakannya sistem perhitungan tahun Islam bermula sejak kejadian di masa Umar bin Al-Khattab r.a. Salah satu riwayat menyebutkan yaitu ketika khalifah mendapat surat balasan yang mengkritik bahwa suratnya terdahulu dikirim tanpa angka tahun. Beliau lalu bermusyawarah dengan para shahabat dan singkat kata, mereka pun berijma’ untuk menjadikan momentum tahun di mana terjadi peristiwa hijrah Nabi saw. sebagai awal mula perhitungan tahun dalam Islam.
Sedangkan sistem kalender qamariyah berdasarkan peredaran bulan konon sudah dikenal oleh bangsa Arab sejak lama. Demikian juga nama-nama bulannya serta jumlahnya yang 12 bulan dalam setahun. Bahkan mereka sudah menggunakan bulan Muharram sebagai bulan pertama dan Dzulhijjah sebagai bulan ke-12 sebelum masa kenabian.
Sehingga yang dijadikan titik acuan hanyalah tahun dimana terjadi peristiwa hijrah Nabi saw.. Bukan bulan dimana peristiwa hijrahnya terjadi. Sebab menurut riwayat, beliau danAbu Bakar  r.a.hijrah ke Madinah pada bulan Sya’ban, atau bulan Rabiul Awwal menurut pendapat yang lain, tapi yang pasti bukan di bulan Muharram. Namun bulan pertama dalam kalender Islam tetap bulan Muharram.

2. Alasan Muharram Dijadikan Bulan Pertama
Penting untuk dicatat disini adalah pilihan para shahabat menjadikan peristiwa hijrah nabi sebagai titik tolak awal perhitungan kalender Islam. Mengapa bukan berdasarkan tahun kelahiran Nabi saw.? Mengapa bukan berdasarkan tahun beliau diangkat menjadi Nabi? Mengapa bukan berdasarkan tahun Al-Qur’an turun pertama kali? Mengapa bukan berdasarkan tahun terjadinya perang Badar? Mengapa bukan berdasarkan tahun terjadinya pembebasan kota Mekkah? Mengapa bukan berdasarkan tahun terjadinya haji Wada’(perpisahan) dan mengapa bukan berdasarkan tahun meninggalnya Rasulullah saw.?
Jawabannya adalah karena peristiwa hijrah itu menjadi momentum di mana umat Islam secara resmi menjadi sebuah badan hukum yang berdaulat, diakui keberadaannya secarahukum international. Sejak peristiwa hijrah itulah umat Islam punya sistem undang-undang formal, punya pemerintahan resmi dan punya jati diri sebagai sebuah negara yang berdaulat. Sejak itu hukum Islam tegak dan legitimate, bukan aturan liar tanpa dasar hukum. Dan sejak itulah hukum qishash dan hudud seperti memotong tangan pencuri, merajam/mencambuk pezina, menyalib pembuat huru-hara dan sebagainya mulai berlaku. Dan sejak itulah umat Islam bisa duduk sejajar dengan negara/kerajaan lain dalam percaturan dunia international.
Kondisi itu terus berlangsung hingga umat Islam melewati masa-masa yang panjang setelah wafatnya beliau, masa khualfaur-rasyidin, masa khilafah Bani Umayyah, Bani Abbasiyah dan masa khilafah Bani Utsmani. Wilayahnya membentang dari Maroko hingga Marauke di mana separuh bulatan muka bumi menjadi sebuah negeri yang satu, daulah Islamiyah.
Hingga kemudian semua itu berakhir pada abad 20 Masehi (abad 14 hijriyah) dengan ditumbangkannya khilafah Turki Utsmani pada tahun 1924 oleh Musthapa Kemal Ataturk.Seorang pemimpin boneka yang bekerja di bawah perintah zionis Yahudi dan konspirasi jahat international. Seiring dengan tumbangnya khilafah Islamiyah terakir, umat Islam yang berjumlah 1,5 milyar di muka bumi ini tidak lagi punya satu pemimpin, tidak punya badan hukum dan tidak punya khilafah. Semua hidup di bawah tekanan pemerintahan boneka masing-masing yang kecil, lemah, miskin, tertekan dan tertindas di bawah hegemoni mantan penjajahnya.
Bersamaan dengan itu, isi perut bumi mereka serta kekayaan alam lainnya dikuras habis oleh para musuhnya tanpa setitik pun perlawanan yang berarti. Hukum dan undang-undang yang berlaku tidak lain adalah produk sampah para penjajah. Kurikulum pendidikannya telah melahirkan anak-anak generasi yang mising link serta jauh dari atmosfir Islam.
Semua ini adalah tantangan berat yang harus dilalui oleh kita yang hidup di masa sekarang ini. Dan sejak meninggalkan tahun 1400 hijryah, sudah dicanangkan oleh Rabithah Alam Islami bahwa abad ke-15 hijriyah adalah abad kebangkitan Islam. Masuk tahun baru ini, kita sudah melewati kuartal pertama dari abad 15 hijriyah. Sudahkah tanda-tanda kebangkitan itu nampak? Kita bisa menilainya masing-masing.
3. Tentang Merayakan Tahun Baru Hijriah
Secara fiqih Islami, tidak ada perintah secara khusus dari Rasulullah saw. untuk melakukan perayaan penyambutan tahun baru secara ritual. Bukankah penetapan sistem kalender Islam baru saja dilakukan di masa khalifah Umar bin Al-Khattab r.a.? Selain itu memang kami tidak mendapati nash yang sharih tentang ritual khusus penyambutan tahun baru, apalagi dengani’tikaf, shalat qiyamullail atau zikir-zikir tertentu. Kalau pun ada, hadits-haditsnya sangat lemah bahkan sampai kepada derajat maudhu’ dan mungkar hadits.
Namun bukan berarti kegiatan penyambutan tahun baru itu menjadi terlarang dilakukan. Sebab selama tidak ada nash yang mengharamkan secara langsung dan kegiatan itu tidak terkait langsung dengan ibadah ritual yang diada-adakan, hukumnya hala-halal saja. Terutama bila kegiatan itu memang punya manfaat besar baik secara dakwah Islam maupun syiarnya. Yang penting jangan sampai menimbulkan salah interpretasi bahwa tiap malam satu Muharram disunnahkan qiyamullail atau beribadah ritual secara khusus di masjid. Sebab hal itu akan menimbulkan kerancuan (fitnah) dikemudian hari yang harus diantisipasi.
4. Kemuliaan Muharram
·                     Salah kaprah dalam penyambutan Tahun Baru Hijriah masih banyak terjadi. Karena bulan Muharram adalah bulan suci bagi kaum muslimin, maka sebagian orang menjadikannya sebagai hari besar yang harus diperingati. Sehingga sebagian kaum muslimin melakukan berbagai ritual untuk memperingati dan merayakannya. Ada yang lebih parah dari itu bahwa sebagian mereka melakukan acara-acara yang pada hakekatnya adalah syirik. Seperti yang terjadi di daerah Yogyakarta, budaya larung sesaji bulan Muharram, di Surakarta ada arak-arakan kerbau yang bernama Kiai Slamet, di Gunung Lawu ada ritual khusus yang dilakukan oleh sebagian orang di malam tanggal satu Muharram atau lebih dikenal dengan Malam Satu Sura, dan masih ada segudang contoh yang lain. Ini membuktikan betapa tingginya tingkat kebodohan umat, sehingga mereka terjerumus ke dalam jurang kemusyrikan yang begitu dalam.
·                     Sikap yang tepat adalah menyambut tahun baru Hijriah ini dengan meningkatkan ketaatan kepada Allah, mengintrospeksi diri, melakukan pembenahan dan pembaruan terhapap amal-amal perbuatan kita yang rusak, dan memperbaiki hubungan dengan sesama manusia; terutama keluarga, mulai istri, anak-anak, dan karib kerabat. Karena seseorang akan dimintai pertanggung jawaban nanti hari kiamat tentang mereka. Allah berfirman, “Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka.” (At-Tahrim: 6). Selain itu, hendaknya kita melaksanakan apa yang diperintahkan Allah kepada kita dengan sebaik-baiknya, karena nanti di hari kiamat, anggota tubuh seseorang akan berposisi sebagai musuh baginya. Yaitu ketika Allah menutup mulut seorang hamba lalu tangan dan kaki dan anggota tubuh lainnya berbicara mengungkapkan apa yang pernah dilakukannya. Allah berfirman, “Sehingga apabila mereka sampai ke neraka, pendengaran, penglihatan dan kulit mereka menjadi saksi terhadap mereka tentang apa yang telah mereka kerjakan. Dan mereka berkata kepada kulit mereka, ‘Mengapa kamu menjadi saksi terhadap kami?’ Kulit mereka menjawab. ‘Allah yang menjadikan segala sesuatu pandai berkata telah menjadikan kami pandai (pula) berkata’, dan Dia-lah yang menciptakan kamu pada kali yang pertama dan hanya kepada-Nyalah kamu dikembalikan. Kamu sekali-kali tidak dapat bersembunyi dari persaksian pendengaran, penglihatan dan kulitmu terhadapmu bahkan kamu mengira bahwa Allah tidak mengetahui kebanyakan dari apa yang kamu kerjakan’. Dan yang demikian itu adalah prasangkamu yang telah kamu sangka terhadap Tuhanmu, prasangka itu telah membinasakan kamu, maka jadilah kamu termasuk orang-orang yang merugi.” (Ash-Shaffat: 20-23). Pada Al-Qur’an terjemahan Depag diterangkan bahwa mereka itu memperbuat dosa dengan terang-terangan karena mereka menyangka bahwa Allah tidak mengetahui perbuatan mereka dan mereka tidak mengetahui bahwa pendengaran, penglihatan, dan kulit mereka akan menjadi saksi di akhirat kelak atas perbuatan mereka.
·                     Hakekat Tahun baru. ketika satu tahun berlalu, berarti satu tahun lebih dekat dengan kuburan. . Hendaknya kita berupaya menjadikan setiap tahun lebih baik daripada tahun yang sebelumnya. Pada hakekatnya, satu tahun berlalu, berarti satu tahun lebih dekat dengan kuburan. Maka, hendaknya kita mempergunakan sisa waktu dengan sebaik-baiknya untuk meningkatkan ketaatan kepada Allah. Sesungguhnya dunia tidak akan sejahtera kecuali dengan tegaknya agama. Kemuliaan, keagungan, dan ketinggian derajat tidak akan diperoleh kecuali bagi orang yang tunduk, patuh, dan berendah diri di hadapan Allah. Keamanan serta kedamaian tidak akan terwujud kecuali dengan mengikuti konsep para Rasulullah saw..
·                     Puasa Sunnah Muharram. Nabi saw. menganjurkan umatnya untuk mengerjakan puasa pada bulan Muharram yang mulia, yaitu puasa sunah pada tanggal sepuluhnya. Dan, puasa ini adalah puasa yang paling afdhal setelah puasa Ramadhan. Kemudian, untuk menyelisihi kaum Yahudi yang juga berpuasa di tanggal sepuluh bulan tersebut, maka Nabi Shallallaahu Alaihi Wasallam mengisyaratkan untuk berpuasa pula pada tanggal sembilannya. Dan, puasa sunah bulan Muharram, akan menghapus dosa-dosa setahun sebelumnya. Rasulullah saw. bersabda:   وَصِيَامُ يَوْمِ عَاشُورَاءَ أَحْتَسِبُ عَلَى اللَّهِ أَنْ يُكَفِّرَ السَّنَةَ الَّتِي قَبْلَهُ   Puasa hari ‘Asyura, sungguh aku berharap kepada Allah agar menghapuskan dosa setahun yang telah lalu.” (HR. Muslim no. 1975).
     ﺳُﺒْﺤَﺎﻧَﻚَ ﺍﻟﻠَّﻬُﻢَّ ﻭَﺑِﺤَﻤْﺪِﻙَ ﺃَﺷْﻬَﺪُ ﺃَﻥْ ﻻَ ﺇِﻟﻪَ ﺇِﻻَّ ﺃَﻧْﺖَ ﺃَﺳْﺘَﻐْﻔِﺮُﻙَ ﻭَﺃَﺗُﻮْﺏُ ﺇِﻟَﻴْﻚ       
                   “Maha suci Engkau ya Allah, dan segala puji bagi-Mu. Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan melainkan Engkau. Aku mohon ampun dan bertaubat kepada-Mu.”
Sebarkan !!! insyaallah Bermanfaat. 

Lirik Tembang Dolanan

Jago Kluruk
Ing wayah esuk, jagone kluruk
Rame swarane pating kemruyuk
Wadhuh senenge sedulur tani
Bebarengan padha nandur pari
Srengenge nyunar kulon prenahe
Manuke ngoceh ana wit-witan
Paling cemruwit rame swarane
Tambah asri donya saisine
Lumbung Desa
Lumbung desa pra tani padha makarya
Ayo dhi, njupuk pari nata lesung nyandhak alu
Ayo yu, padha nutu yen wis rampung nuli adang
Ayo kang, dha tumandang yen wus mateng nuli madhang
Witing Klapa
Witing klapa jawata ing ngarcapada
Salugune wong wanita
Adhuh ndara kula sampun njajah praja
Ing Ngayogya Surakarta.
Lesung Jumengglung
Lesung jumengglung
Sru imbal-imbalan
Lesung jumengglung
Manengker mangungkung
Ngumandhang ngebegi
Sajroning padesan
Thok thok thek thok thok gung
Thok thok thek thok thek thok gung
Thok thok thek thok thok gung
Thok thok thek thok thek thok gung
Kembang-Kembang
Kembang blimbing mbing maya-maya ya
Kembang pelem wujude ingklik ketela
Kembang kacang lan kara padha kupune, lha kae
Kembang pring blas-blasan kaya carange
Kembang jambu lan randhu metu karuke, lha kae
Dhasar blanggreng Si kopi pemacakira
Dhendheng Kenthing
Dhendheng kenthing thing
Sambel lonthang thang
Kakang mendhak yen mendhak ulung-ulungan
Jenang telaka gendhis mawi kalapa, aoa
Caosena temanten krenteg kawula
Benguk wana kecipir wungu kembange, aoe
Rowa rawe temanten ketemu sore.
Turi-turi putih
Ditandur neng kebon agung
Duwe bojo ora tau mulih
Sabane mung turut warung
Mbok ira-rnbok ira
Mbok ira kembange apa
Kembang-kembang mlathi
Ditandur neng tamansari
Anak bojo kudu diopeni
ing tembene bisa migunani
Mbok ira-mbok ira
Mbok ira kembange apa
Gundhul Pacul
Gundhul-gundhul pacul-cul gembelengan
Nyuunggi-nyunggi wakul-kul sempoyongan
Wakul ngglempang segane dadi saratan
Wakul ngglem pang segane dadi saratan
Barat Gedhe
Cempe-cempe barata sing gedhe
Dak upahi duduh tape
Cempa-cempa barata sing dawa
Dak upahi duduh klapa
Cemper-cemper barata sing banter
Dak upahi duduh lemper
Bulan Gedhe
Bulan bulan gedhe ana santri menek jambe
Ceblokna saklining wae
Mumpung jembar kalangane
Mumpung gedhe rem bulane
Suraka-surak hiyo
Tokung
Tokung-tokung wek wek wek
Angon bebek pinggir dalan gung
Sing ngadhangi Mbok Kaki Mandraguna
Dak are-are bebek asetokung-tokung
Cublak-cublak Suweng
Cublak-cublak suweng
Cublak-cublak suweng
Suwengi si gulender
Mambu katundhung gudel
Pak empong orong-prong
Pak empong orong-prong
Sir sir plok kedhele gosong sir sir
Sir sir plok kedhele gosong sir sir
Tul Jaenak
Tul jaenak jae jatul jaidi
Kontul jare banyak ndoge bajul kari siji
A bang-abang gendera Landa
Wetan sithik kuburan mayit
Klambi abang nggo tandha mata
Wedhak pupur nggo golek dhuwit
Lindri
Lindri adang telung kathi
Lawuhe bothok ten
Njur dipenet-net
Njur diemplok-plok
Ya mak telep-lep
Pacak gulu janggreng
Adhuh yayi sendhal pancing
Kembang Jambu
Kembang jambu karuk
lintang rina jare esuk
jenang tela gethuk
omah jaga aran cakruk
pitik mabur kuwi manuk
Gajah-Gajah
Gajah-gajah, kowe takkandhani jah
Mata kaya laron kuping ilir amba-amba
Kathik nganggo tlale
Buntut cilik tansah kopat-kapit
Sikil kaya bumbung
Sasolahmu megang-megung
Te Kate Dipanah
Te kate dipanah
Dipanah ngisor gelagah
Ana manuk ondhe-ondhe
Bok Sri bombok bok ri kate
E, Dhayohe Teka
E, dhayohe teka, e, gelarna kiasa
E, klasane bedhah, e, tambalen jadah
E, jadahe mambu, e, pakakna asu
E, asune mati, e, cemplungna kali
E, kaline banjir, e, kelekna pinggir
Paman Guyang Jaran
Paman guyang jaran, e e ana apa
Ngriku wau wonten popok beruk keli, e ora ana
Nggonku neng kene wus suwe
Tan ana suket kumledhang
Amung wong kang ngguyang sapi
Takonana ya dhuk
Manawa uninga
Mbok Uwi
Mbok uwi rujak nanas
Kumpul-kumpul aneng gelas
Ya bapak ya ndara
Adhem panas rasane
Wong ngombe upas
Mas sinangkling suwasa inten berlean
Kit-kit, kit methakil
Cagak awak jare sikil
Sepuran
Sinten nunggang sepur lunga nyang Kediri
Wong niki sepur dhur bayare setali
Sapa trima nggonceng konangan kondhektur
Yen didhendha kenceng napa boten kojur
Sinten nunggang sepur lunga dhateng Nganjuk
Sinten pengin makmur aja seneng umuk.
Jamuran
Jamuran ya gegethok
Jamur apa ya gegethok
Jamur gajih brejijih saara-ara
Sira badhe jamur apa?
Menthog Menthog
Menthog -menthog, takkandhani
Mung rupamu angisin-isini,
Mbok ya aja ngetok
Ana kandhang wae
Enak-enak ngorok
Ora nyambut gawe
Menthog-menthog, mung lakumu
Megal-megol gawe guyu
Irisan Tela
Ris irisan tela la la la
Madu sari ri ri ri
Manuke podhang unine kuk angkukan
Unine kuk angkukan, unine kuk angkukan
Rujak Nanas
Mbok uwi rujak nanas
Kampul kampul aneng gelas
Ya bapak ya ndara
Adhem panas rasane wong ngombe upas
Oas mas sinangkling suwasa in ten barleyan
Ku ku ku methakil
Cagak awak jare sikil
Sluku Bathok
Sluku sluku bathok, bathoke ela elo
Si rama menyang kutha, leh olehe payung mutha
Mak jenthit lololobah, wong mati ora obah
Yen obah medeni bocah, yen urip goleka dhuwit
Buta Galak
Buta buta galak, solahe lunjak-lunjak
Ngadeg jingklak-jingklak, nungkak kanca nuli nandhak
Ngadeg bali maneh, rupane ting celoneh
Iku buron aneh dak sengguh buron kang remeh
La wong kowe we we sing marah-marahi
La wong kowe we we sing marah-marahi
Hi hi aku wedi, ayo kanca ngajak bali
Kae lo kae lo mripati plerak-plerok rok rok
Kae lo kae lo kulite ambengkerok rok rok
Ya kulite ambengkerok
Kidang Talun
Kidang talun mangan kacang talun
Mil kethemil mil kethemil
Si kidang mangan lembayung
Tikus Pithi
Tikus pithi duwe anak siji
Cit cit cuwit, cit cit cuwit
Si tikus mangani pari
Gajah Belang
Gajah Belang saka Tanah Plembang
Nuk renggunuk, nuk renggunuk
Gedhemu meh padha gunung
Sar Sur Kulonan
Sar Sur Kulonan, mak mak gemake rete te
Dak uyake rete te, dak uyake rete te
Yen kecandhak dadi gawe
Musuh mesthi mati, musuh mesthi mati
Dak bedhile mimis wesi
Mong mong jlegur, mong mong jlegur
Suwe ora jamu
Suwe ora jamu
Jamu godhong tela
Suwe ora ketemu
Ketemu pisan gawe gela
Suwe ora jamu
Jamu godhong keningkir
Suwe ora ketemu
Ketemu pisan dadi pikir
Gethuk
Sore-sore padhang bulan
Ayo kanca padha dolanan
Rene-rene bebarengan
Rame-rame e do gegojekan
Kae-kae rembulane
Yen disawang kok ngawe-awe
Kaya-kaya ngelingake
Kanca-kanca ja turu sore-sore
Gethuk asale saka tela
Mata ngantuk iku tambane apa
Gethuk asale saka tela
Yen ra mathuk atine rada gela
Ja ngono mas aja-aja ngono
Kadung janji mas
Aku mengko gela
Gambang Suling
Gambang suling ngumandhang swarane
Thulat-thulit kepenak unine
Unine mung nrenyuhake bareng lan kentrung
Ketipung suling sigrak kendhange
Ilir-ilir
Ilir-ilir ilir-ilir
tandure wus sumilir
tak ijo royo-royo
tak sengguh temanten anyar
cah angon cah angon
penekna blimbing kuwi
lunyu-lunyu penekna
kanggo mbasuh dodotira
dodotira kumitir bedhah ing pinggir
domdomana jrumatana
kaggo seba mengko sore
mumpung padhang rembulane
mumpung jembar kalangane
ya surak asurak hiyo.
Jineman Uler Kambang
Sun pepuji dadi putri kang utami
Sayuk-sayuk sayuk rukun sakancane
Ia lali lho mas kowe
Gotong-royong nyambut gawe, ya mas…..
Kang den udi
Leluhure bangsa kita
Brambang sasen lima
Berjuang labuh negara
Brambang sasen pitu
Berjuang kudu bersatu
Ora butuh kae-kae, ya mas..
Ora butuh kae-kae
Butuhku mung nyambut gawe
Tempe tahu gula Jawa
Butuhku sabar narima
Gugur Gunung
Ayo kanca ayo kanca ngayahi karyaning praja
Kono-kene kono-kene gugur gunung tandang gawe
Sayuk sayuk rukun bebarengan ro kancane
Lila lan legawa kanggo mulyaning negara
Siji loro telu pa pat bareng maju papat-papat
Diulang-ulungake murih enggal rampunge
Holopis kuntul bariss holopis kuntul baris
Holopis kuntul baris holopis kuntul baris
Wajibe Dadi Murid
Wajibe dadi murid
Ora kena pijer pamit
Kejaba yen lara, lara tenanan
Ra kena ethok-ethokan
Yen wis mari bali neng pamulangan
Ja nganti mbolos-bolosan
Mundhak dadi bocah bodho
Pie-n ga-plengo kaya kebo
Mahesa Kurda
Kalamun cinandra pan yayah mahesa kurda
Bendhe umyung tengara budhale wadya
Kang tinata carub wor dadi sajuga
Sang panganjur aba-aba nabuh tambur
Teteg ajeg suling peling nut wirama
Bidhal Gumuruh
Enjing bidhal gumuruh
tambur suling gang maguru ngungkung binarung ing krapyak
myang watang agathik
kang kapyarsa swaranipun
lir ombaking samudra rob
Bala Kuswa
enjing bidhab gumuruh
saking jroning praja
gunging kang bala kuswa
aba busananira lirr surya wedalira
saking jaladri arsa madangi jagad
duk mungup-mungup aneng
sakpucaking wukir
marbabak bang sumirat
keneng soroting surya
mega lan gunung-gunung
Singa Nebak
Sigra mangsah lumampah anut wirama
getar tambur bendhene munya angungkung
suling sesauran selompret tetep mindhiki
Ladrang Clunthang
Tindake sang pekik, mandhap saking gunung
Anganti repat panakawan catur
Kang anembe mulat ngira dewa ndharat
Get er petrek-petrek pra endhang swarane
Anjawat angawe-awe ngujiwat
Solahe mrih dadya sengseme.
Dhuh raden sang abagus,
Mugi keparenga pinarak wisma kula
Amethika sekar miathi, arum amrik wangi
Kageina cundhuk sesumping, Sangsangan hamimbuhi
Mencorong cahya ndhika raden
Padha nyawiji
Ayo padha nyawiji
Tuwa mudha jaler estri
Sayuk eka kapti
Bareng dha tumandang nyukupi
Sandhang pangan kita sami
Nanging aja ana kang korupsi
Yen padha korupsi
Negarane rugi kang sayekti
Ibu Pertiwi
Paring boga lan sandhang kang murakabi
Paring rejeki manungsa kang bekti
Ibu pertiwi, ibu pertiwi
Sih sutresna kang sesami
Ibu pertiwi kang adil luhuring budi

Ayo sungkem mring ibu pertiwi.